Influence of apigenin and tt- fernasol to Streptococcus mutans( terjemahan)

PENDAHULUAN

Karies gigi adalah penyakit yang multifaktorial. Proses terjadinya karies gigi melibatkan sejumlah faktor yang saling berinteraksi satu sama lain yaitu gigi dan saliva (host), mikroorganisme, substrat dan waktu (Kidd dan Bechal, 1992) dan proses ini dapat terganggu dengan adanya respon imun (Lehner, 1992).
Telah diketahui bahwa mikroorganisme penyebab karies gigi adaiah bakteri Streptococcus mutans.Streptococcus mutans mempunyai kemampuan untuk melekat dan berkolonisasi pada jaringan mulut (Brady, 1992), hal ini karena Streptococcus mutans mempunyai berbagai polimer permukaan sel sebagai bahan antigen yang dikenal sebagai antigen B, 1/I1, IF, Pac, SR, P1 (Matshusita, 1994). Antigen tersebut berperan sebagai adhesin yang memiliki reseptor pada salah satu komponen saliva yang dikenal sebagai reseptor adhesin sehingga terjadi interaksi antara bakteri dengan saliva yang dapat membentuk lapisan biofilm di permukaan gigi atau bahan restorasi sehingga menghantar terjadinya proses kolonisasi. Bakteri Streptococcus mutans dapat berikatan dan beragregasi dengan berbagai molekul saliva seperti: sIgA, B2, mikroglobulin, histidin rich polipeptides, glikoprotein 60 kD dan glikoprotein dengan berat molekul tinggi. Khusus untuk antigen Pac diketahui dapat berikatan dengan protein saliva dengan berat molekul 28000 kD, lisozim dan a amilase. Protein saliva yang berikatan dengan molekul Pac tersebut dikenal dengan agglutinin saliva sebagai media perlekatan (adherensi) bakteri Streptococcus mutans (Nakai dkk, 1993). Untuk itu maka peneliti ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan kadar agglutinin saliva spesifik terhadap bakteri S, mutans pada penderita bebas karies dan karies gigi.

Streptococcus mutans adalah sebagai agen dasar etiologi yang menyebabkan caries gigi pada hewan dan manusia yang meliputi bentuk dan akumulasi plaque. Adanya Asidogenik dan acidurik dari Streptococcus mutans, memiliki kemampuan mensintesis glukosa ekstraselluler, yang merupakan faktor utama untuk perkembangan dan terbentuknya biofilm cariogenik. Glukosa disintesis dari sukrosa oleh enzim glukotranfterase (GTFs), yang berpotensi sebagai penyakit plaque gigi yang disebabkan oleh adanya pelekatan dan akumulasi dari Streptoccoci cariogenik pada permukaan mulut dan merupakan dukungan yang cukup terhadap struktur integritas dari plaque. Streptococcus mutans menghasilkan 3 GTFs : GTF B, mensintesis glukans tak larut ( Ikatan alpa 1,3 ), GTFs C : mensintesis campuran larutan tak larut dan larutan glukosa yang larut ( alpa 1,6 ) ; dan GTFs D mensintesis larutan glukosa. Aktivitas GTFs secara enzimatis terdapat pada : (i) Di dalam kelenjar ludah, (ii) Di dalam kelenjar pelicell yang dibentuk pada permukaan gigi, (iii) pada permukaan bakteri. Sintesis glukans oleh enzim yang terjadi di dalam loci yang terpisah merupakan sesuatu yang penting untuk pelekatan bakteri dengan permukaan gigi yang lain.; GTFs B dan C menunjukkan sebagai faktor virulen yang penting terutama dalam asosiasi Streptococcus mutans yang merupakan penyebab penyakit caries gigi. S.mutans juga menghasilkan enzim fruktosyltransferase (FTFs) tunggal, yang mengkatalis dalam sintesis fruktans dari sukrosa. Fruktans berfungsi sebagai polisakarida ekstraseluler yang dapat dimetabolis jika makanan dalam jumlah sedikit. Polisakarida diperlukan oleh organisme dalam lingkungan yang unik, yang akan digunakan untuk pertumbuhan, metabolisme dan kelangsungan hidup. Oleh karena itu pencegahan terhadap bentuk dan akumulasi dari komunitas biofilm kariogenik di pengaruhi oleh sintesis dari polisakarida yang merupakan jalur yang unik dalam pencegahan caries dan plaque gigi.

Lebah menghasilkan zat yang memiliki sifat anti toksik yang secara alami telah menunjukkan secara nyata adanya penurunan timbulnya caries gigi pada tikus dan akumulasi plaque gigi secara in vivo. Hasil penelitian secara in vitro terhadap aktivitas dari 30 senyawa yang teridentifikasi menunjukkan adanya hambatan terhadap aktivitas GTFs dan viabilitas Streptococcus mutans; kedua senyawa tersebut yakni , apigenin dan tt- farnesol, yang dapat ditunjukkan akvitasnya secara biologi, yang memiliki potensi anti plaque/ anti caries yang baik. Peneliti menemukan bahwa Apigenin ( 4,5,7 trihydroxylflavone ) adalah inhibitor yang baik terhadap GTFs B dan C; dan tidak memiliki aktivitas terhadap S. Mutans, walaupun masih memiliki sifat selektif terhadap pertumbuhan Staphyloccoc aureus. tt- Farnesol, adalah senyawa alami yang terdiri dari alkohol ( 3.7,11- trimetil-2,6,10 dodekatrin-1,0l), yang menghambat pertumbuhan dan metabolisme dengan cara mengganggu membran bakteri, mengganggu agen pembentuk sel membran bakteri , atau mempengaruhi sintesis glukans . tt-farnesol yang juga memiliki sifat anti bakteri terhadap Streptomices tendae dan Sacharomices cerevisiae, tetapi tidak memiliki anti bakteri terhadap Escherichia coli. Penambahan epigenin dan tt-farnesol baik secara sendiri atau secara kombinasi telah menunjukkan kariostatik pada tikus dan tidak berpengaruh secara nyata pada viabilitas mikroba pada mulut. Epigenin dan tt-farnesol telah menunjukkan adanya sifat non mutagenic dan non toksik baik secara invitro maupun in vivo. Yang menjadi bahan orentasi dalam penelitian ini adalah mengenai pengaruh epigenin dan tt-farnesol terhadap aktivitas enzim GTFs dan membrane bakteri , yang ditunjukkan pada pengaruh dari senyawa apigenin, tt fernesol , kombinasi kedua senyawa terhadap proses akumulasi, komposisi polisakarida dan viabilitas populasi biofilm secara in vitro pada Stretococcus mutans UA159.

Pengaruh senyawa apigenin dan tt-farnesol terhadap proses akumulasi biofilm

S. mutans UA159 ( Penyebab penyakit caries) biofilm pada umur 54 jam.Pengujian dengan senyawa tt-farnesol dan epigenin, atau kombinasi selama 1 menit dalam dua kali sehari, dengan menggunakan kadar 1.33 mM. Konsentrasi 1.33 mM dipilih sebagai dasar ini didasarkan pada data yang telah menunjukkan adanya efektivitas melawan caries secara in vivo. Kemampuan populasi sel biofilm sebelum dan sesudah perlakuan ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1. biofilm yang mendapatkan perlakuan menunjukkan adanya kemampuan yang lebih rendah dalam membentuk biofilm bila dibandingkan dengan kontrol ( Mneurun antara 0.5 – 1 log 10 dalam cfu/ biofilm ). Tidak menunjukkan adanya sifat bakterisida terhadap S.mutans ( Penurunan pada a>4 log 10 pada cfu/ biofilm

Kedua senyawa sacara nyata mengurangi proses akumulasi biofilm S. mutans dibandingkan dengan kontrol (p <>

Biofilm yang mendapat perlakuan menunjukkan sedikit lebih rendah kemampuan dalam membentuk biofilm bila dibandingkan dengan kontrol ( menurun 0.5 – 1 log 10 dalam cfu / biofilm); yang ditunjukkan tidak adanya sifat bakterisida terhadap S. Mutans, hal ini ditunjukkan adanya penurunan a > 4 log 10 pada cfu/ biofilm.

Kedua perlakuan secara nyata mengurangi proses akumulasi dari biofilm dibandingkan dengan kontrol ( p<0.05), seperti yang ditunjukkan pada tabel 1. perlakuan dengan tt- Farnesol dan apigenin menunjukkan pengurangan 32% dan 43% terhadap biomasa ( berat kering) dibandingkan dengan perlakuan kontrol.; kombinasi dari dua perlakuan menunjukkan hasil lebih baik yakni pengurangan (50% biomassa ). Chlorhexidine menghentikan proses akumulasi dari biofilm S. Mutans, dan menunjukkan hal yang sama dengan berat kering biofilm pada umur 54 jam sebelum adanya perlakuan).

Pengaruh senyawa epigenin dan tt-farnesol terhadap komposisi protein dan polisakarida biofilm.

SENYAWA tt-Farnesol

SENYAWA Apigenin

Data hasil analisis polisakarida, karbohidrat dan protein sebagai berikut : (i) total jumlah ( Tabel 1-3 ). (ii) persentasi berat kering pada bio film ( Gambar 2 dan 3). Tabel 1 menunjukkan jumlah total dari polisakarida, karbohidrat dan protein di dalam biofilm sebelum perlakuan ( Umur 54 jam ) setelah perlakuan (126 jam); 70 -80% berat kering biofilm dibanding dengan protein dan karbohidrat ( Gambar 2). Perlakuan biofilm dengan tt-farnesol, apigenin dan kombinasi apigenin dan tt- farnesol menunjukkan pengurangan polisakarida sebesar 40-60% bila dibandingkan dengan kontrol (p<0.05; style=""> kadar dari polisakarida pada biofilm dengan menggunakan chlorhexidine menghasilkan biofilm yang sama dengan yang tidak mendapat perlakauan ( 54 jam ); Perlakuan dengan menggunakan chlorhexidine efektif menghentikan perkembangan biofilm. Lebih lanjut jumlah total protein pada perlakuan biofilm dengan senyawa epigenin dan tt-farnesol dan chlorhexidine secara nyata menunjukkan pengurangan bila dibandingkan dengan kontrol ( p<0.05;>

n Figure 2 Persentase berat kering biofilm pada protein, polisakarida dan karbohidrat.

70-80% berat kering biofilm tersusun dari protein dan karbohidrat. Perlakuan dengan senyawa apienin,tt fernesol dan kombinasi keduanya mampu menunjukan pengurangan jumlah polisakarida sebesar 40-60% bila dibanding dengan kontrol (P<0.05).>.

Jumlah total dari karbohidrat ( Metode dasar antron dan resorcinol) setara apa yang ditemukan pada polisakarida ( dasarnya pada hitungan scintillation dan essay IPS ), walaupun nilai diperoleh dari penentuan karbohidrat, termasuk monosakarida dan gula yang lain dari membran sel. ( Tabel 1).

n Tabel1. Perlakuan dengan tt-fernisol, apigenin menunjukkan adanya pengurangan 32%-43% terhadap biomasa( berat kering) dibanding dengan kontrol. Kombinasi senyawa apigenin dan tt fernisol menunjukkan pengurangan 50% biomasa.

Jumlah total dan kadar yang berbeda pada polisakarida` dipengaruhi oleh perlakuan dengan menggunakan senyawa apigenin dan tt – farnesol, baik secara sendiri-sendiri maunpun secara kombinasi; hasil dan kesimpulan pada tabel 2 dan 3. jumlah total dari glukans yang terlarut alkali pada perlakuan biofilm dengan senyawa epigenin ,tt-farnesol dan chlorhexidine secara nyata menunjukkan pengurangan bila dibanding dengan kontrol ( p<0.05; style=""> kombinasi apigenin dan tt-farnesol secara nyata menghasilkan kadar glukans terlarut alkali yang rendah ( p<0.05;gambar style=""> Jumlah total dan kadar dari IPS secara nyata menunjukkan lebih rendah pada perlakuan biofilm dengan menggunakan epigenin, tt-farnesol dan chlorahexidine dibandingkan dengan kontrol ( tabel 2 dan gambar 3; p< style=""> Selanjutnya, hanya perlakuan biofilm yang menggunakan apigenin, kombinasi apigenin dan tt-farnesol dan chlorhexidine menunjukan secara nyata adanya pengurangan jumlah fruktans terlarut alkali bila dibandingkan dengan kontrol (P<0.05); style=""> tidak signifikan ( tabel 3 dan gambar 3). Pada perlakuan biofilm dengan menggunakan chlorhexidine menunjukkan adanya persamaan dan jumlah polisakarida yang ditemukan pada biofilm yang tidak mendapat perlakuan ( 54 jam).

TABEL.2. Penggunaa senyawa apigenin, tt-fernasol dan chlorhexidine secara nyata menunjukkan adanta pengurangan kadar glukosa dan IPS dalam bifilm bila dibandingkan dengan kontrol

TABEL. 3. Perlakuan dengan menggunakan senyawa apigenin, tt-fernosol dan Chlorhexidine menunjukkan secara nyata adanya pengurangan Fruktosa terlarut bila dibandingkan dengan kontrol (P<0.05)

Jumlah total dari glukans ( metode dasar pada anthrone ) dan fruktansa ( Metode resorsinol ) di dalam biofilm yang memiliki persamaan dengan glukans dan fruktans ( hitungan scintillation). Diantara perlakuan-perlakuan itu , hanya apigenin dan kombinasi epigenin dan tt- farnesol yang memiliki aktivitas hambatan terhadap enzim fruktosyltransferase dari S.mutans UA159 dalam larutan 60-70% hambatan pada konsentrasi 1.33mM.

PEMBAHASAN

Caries gigi adalah penyakit yang umum pada gigi dan merupakan masalah besar penduduk Amerika dan negara lain. Tidak seperti kondisi umumnya penyakit, caries gigi merupakan penyakit sering terjadi pada masyarakat, adanya perawatan gigi dengan baik maka pencegahan penyebab caries gigi bisa ditekan sampai 95%.

Upaya untuk menghilangkan adanya penyakit caries, strategi yang seharusnya dikembangkan adalah menghilangkan faktor penyebab termasuk di dalam patogenisis yang umum pada penyakit mulut. Sintesis glukosa oleh GTFs merupakan hal yang penting dalam mengekpresikan penyebab terjadinya penyakit oleh S. Mutans. Matrik pluque yang kaya akan glukans akan menaikan porositas dan interaksi adhesif dan penurunan konsentrasi senyawa an organik. Pencegahan produksi gula, pendekatan therapeutik merupakan upaya untuk pencegahan terhadap bentuk atau penyebab pluque gigi . Tak seperti antimikrobial spektrum luas, flora mulut tidak terganggu keberadaanya. Strategis kemoterapi adalah sebagai dasar pada tingkat bakteri kariogenik di dalam penggunaan antimikroba , disamping itu pertumbuhan dan kemampuan organisme untuk mensintesis glukans merupakan hal yang lebih penting dari pada populasi bakteri pada mulut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa epigenin dan tt-farnesol mampu mengurangi penyakit caries gigi pada tikus tanpa menyebabkan pengurangan jumlah populasi sel atau kadar dari mutan Streptococci di dalam pluque tikus. Ada dugaan bahwa salah satu mekanisme anti caries/ agent anti pluque yang terekpresikan berpengaruh pada penyakit caries gigi yaitu dengan adanya penurunan sintesis glukosa dalam pluque, hal ini dipengaruh oleh aktivitas enzim GTFs dan membran bakteri secara invitro. Didalam penelitian ini, peneliti meneliti adanya pengaruh senyawa epiginin dan tt farrnesol terhadap biofilm dengan menggunakan model biofilm eksperimental S. Mutans UA 159 dengan perlakuan 1 menit dalam 2 hari sekali, seperti pada manusia. Model ini menentukan komposisi polisakarida dan populasi sel pada Biofilm S.mutans.

Di dalam penelitian ini, Peneliti menemukan bahwa penggunaan senyawa apigenin dan tt- farnesol, baik secara sendiri maupun kombinasi, 2 kali sehari ( total dari 6 kali penerapan ) menghasilkan jumlah polisakarida lebih rendah pada biofilm S. Mutans. Adanya pengaruh polisakarida oleh senyawa epiginin dan tt-fernosol, glukans terlarut alkali merupakan dasar yang penting untuk perkembangan biofilm dan akumulasi biofilm. Glukans terlarut alkali adalah glukans ekstrasel yang melekat pada permukaan sel dari glukans alpa 1,3 dan juga sejumlah larutan glukans alpa 1,6 . Hal ini menunjukkan adanya sintesis glukans dari sukrosa oleh enzim GTFs yang berperanan penting dalam pelekatan dan kolonisasi dari S.mutans pada permukaan mulut. Pengurangan sintesis glukans terlarut alkali, oleh senyawa epigenin dan tt-farnesol secara nyata mempengaruhi perkembangan dan akumulasi biofilm. Perlakuan dengan menggunakan epigenin dan tt-fernosol menunjukkan viabilitas sel yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol. Senyawa epigenin ( Pada kadar 1.33mM) memiliki kemampuan anti bakteri terhadap S.mutans , sel plantonik atau tahap biofilm. Walaupun senyawa tt-farnesol menunjukkan adanya sifat anti bakteri terhadap sel plantonik pada mutan Streptococci,tetapi tidak mampu membunuh biofilm S.mutans pada kadar 1.33mM. Data menunjukkan bahwa penggunaan senyawa apigenin menyebabkan adanya pengurangan terhadap proses sintesis glukans tak larut ekstraseluler, pelekatan dan akumulasi dari biofilm S. Mutans pada permukaan .

Apigenin dan tt-farnesol memiliki perbedaan mekanisme dalam mengurangi sintesis glukosa. Sasaran utama dari epigenin adalah enzim GTFs, terutama GTFs B da C, yang bertanggung jawab untuk sintesis glukans yang tidak larut dan sintesis glukans yang larut. Apigenin merupakan senyawa penghambat non kompetitif yang memiliki aktivitas terhadap enzim GTFs B dan C dalam larutan ( 90 -95%) pada kadar 1.33mM atau penyerapan hydroxiapatite pada permukaan saliva ( terjadi penghambatan antara 60-65% ) pada 1.33mM ) . Peneliti mengamati bahwa senyawa apigenin sedikit berpengaruh terhadap sekresi enzim saliva, seperti amilase dan lisosom ( H. Koo & W.H. Bowen, unpublished result ). Adanya apigenin menyebabkan meningkatkan proporsi kelarutan glukans dalam biofilm dibandingkan dengan kontrol. Kemungkinan fenomena ini dikaitkan dengan adanya pengaruh apigenin dalam mengekspresikan enzim GTFs D oleh S. Mutans.

Hasil penelitian selanjutnya, bahwa adanya pengaruh penambahan apigenin, tt- farnesol;

Penambahan senyawa epigenin pada permukaann GTFs tidak berpengaruh terhadap penyerapan enzim GTFs D , dan juga akativitas enzim GTFsB dan C. Pencegahan sintesa enzim glukans oleh senyawa tt- farnesol memberikan pengaruh terhadap membran sel, yang secara langsung berpengaruh pada aktivitas enzim, tt-farnesol kurang bersifat penghambat terhadap GTFs. Struktur kimia dan lipophilig dari tt-farnesol mendukung membran yang menyebabkan perubahan permeabilitas dan kestabilan membran, hasil pengamatan menunjukkan bahwa tt-farnesol mengganggu membran bakteri pada sel plantonik pada Streptococi mutans .Hal Ini disebut sebagai zat yang menyebabkan kerusakan pada membran , tanpa mempengaruhi metabolis bakteri, tetapi juga berpengaruh terhadap sintesa glukans oleh Streptococcus mutans.

Pengaruh penggunaan senyawa terhadap biofilm fruktans menunjukkan lebih kecil bila dibandingkan dengan glukans. Perlakuan biofilm dengan menggunakan apigenin lebih rendah bila dibandingkan dengan alkali fruktans terlarut, kemungkinan disebabkan oleh ada kaitannya dengan pengaruh penghambatan pada aktivitas enzim fruktosyltransferase oleh epigenin (60 % penghambatan 1.33mM) jumlah dan persentase dari fruktans di dalam biofilm tidak dipengaruhi oleh tt-farnesol.

Selanjutnya, jumlah dan kadar dari IPS menurunkan dengan adanya senyawa apigenin dan tt-farnesol; IPS adalah Polimer glikokans yang memiliki ikatan alpa 1,4 dan alpa 1,6 dan memiliki peranan penting sebagai sumber untuk produksi asam bila lingkungan tidak tersedia karbohidrat eksogen. Hal Ini memegang peranan yang penting dalam aktivitas biologi seperti dalam pencegahan penyakit caries yang belum sepenuhnya diteliti, tetapi meskipun demikian data telah menunjukkan bahwa IPS adalah merupakan campuran dari zat kariogenisitik dari S. Mutans.

Kombinasi senyawa apigenin dan tt-fernesol secara nyata lebih efektif di dalam mengurangi akumulasi biofilm bila dibandingkan tanpa kombinasi ( P<0.05). perlakuan kombinasi juga menunjukkan hasil lebih baik dari pada apigenin, walaupun secara statistik tidak signifikan ( P>0.05). Kombinasi dari apigenin dan tt-farnesol secara nyata mengurangi persentase larutan glukans alkali pada biofilm dibandingakan dengan kontrol ( P<0.05). Pengaruh terhadap hambatan yang paling baik dari kombinasi apigenin dan tt-farnesol pada akumulasi biofilm , konsentrasi glukosa alkali dijelaskan pada pengamatan pada kombinasi perlakuan yang lebih efektif di dalam mengurangi timbulnya caries gigi.

Perbedaan apigenin dan tt-farnesol, chlorahexidine terhadap biofilm , chlorhexidine adalah anti bakteri spektrum luas yang mampu menghambat aktivitas penyerapan GTFs ( 10-20% pada 1.33mM) Kelihatannya pengurangan viabilitas pada awal terbentuknya biofilm (54 jam ), chlorhexidine benar-benar menghentikan proses akumulasi pada bakteri S.mutans pada permukaan , kandungan protein dan polisakrida pada perlakuan biofilm menunjukkan hal yang sama dengan biofilm yang tidak mendapat perlakuan.

Pengaruh apigenin dan tt-farnesol pada satu spesies biofilm mempunyai banyak implikasi terhadap kemampuan terapautik pada susunan biokimia yang komplek pada pluque gigi manusia. Terutama sekali, zat zat yang berpengaruh pada sintesa glukosa, matrik polisakarida , hambatan GTFs dan sintesis glukosa, akumulasi bakteri, termasuk mikroorganisme pada mulut yang tidak membentuk polisakarida. Data telah menunjukkan bahwa matrik glukosa merupakan faktor yang utama yang mempengaruhi tingginya kariogenisitik pada pluque gigi ( Seperti pada mikrobiologi dan biokimia ) yang dibentuk karena adanya sukrosa secara in vivo.

Pada model biofilm monospesies, persentase polisakarida (45 % dari biofilm berat kering ) nampak lebih tinggi dari pada 15% - 25% pada berat kering yang ditunjukkan pada pluque gigi. Bagaimanapun juga, konsentrasi polisakarida pada pluque gigi tergantung pada waktu sejak pengambilan dan penambahan gula, tidak adanya proses degradasi yang terjadi pada poliskarida ,Hal yang membedakan yaitu, apa yang terjadi pada pluque gigi. Adanya konsentrasi polisakarida tertinggi mungkin juga dihubungkan dengan. adanya pembongkaran sukrosa yang konstan oleh S.mutans pada biofilm, S. mutans yang sedang mengalami pertumbuhan.

Data penelitian ini menunjukkan bahwa suatu perlakuan ( 1 menit dalam 2 kali sehari dengan penambahan zat apigenin dan tt-farnesol berpengaruh nyata terhadap proses akumulasi dan kandungan polisakarida pada biofilm S.mutan. Pada umumnya, Apigenin dan tt-farnesol lebih berpengaruh pada biomasa dan jumlah total dari polisakarida dibanding dengan viabilitas sel dan kandungan polisakarida pada biofilm. Dalam penerapannya , Penggunaan senyawa apigenin dan tt-farnesol secara nyata berpengaruh terhadap laju sintesa glukosa , pengurangan akumulasi dan biomasa dari biofilm. Peneliti telah mempelajari mengenai mekanisme molekuler yang meliputi penghambatan biofilm dengan adanya perlakuan. Secara toxicology, senyawa-senyawa itu tidak diteliti, peneliti tidak meneliti efek yang merugikan terhadap hewan yang diteliti. Senyawa Apigenin yang terbentuk secara alami, bersifat non mutagenik, senyawa non toksik bioflavonoid yang ditemukan di sayuran dan buah-buahan, dan merupakan zat untuk diet (1-4 mg/ hari ). tt-farnesol adalah senyawa alami yang ditemukan pada minyak pada citrus,buah dan juga tidak memberikan efek racun secara in vivo.

Dua senyawa alami ini digunakan untuk mencegah penyakit caries gigi , senyawa tersebut tidak berpengaruh terhadap flora gigi ( Berbeda dengan chlorhexidine), senyawa senyawa itu akan mengganggu proses akumulasi dan kandungan polisakarida pada pluque gigi yang umum disebut penyakit gigi.

Gambar mekanisme terbentuknya Biofilm

Gambar 2 Formasi Biofilm

PENUTUP

  • Penggunaan senyawa apigenin dan tt farnesol, kombinasi keduanya menghasilkan jumlah polisakarida ,glukosa, fruktosa ,viabilitas sel yang rendah pada biofilm bila dibanding kontrol
  • Penggunaan kombinasi senyawa secara nyata lebih efektif dalam mengurangi prosses akumulasi biofilm dinadingkan dengan cara sendiri-sendiri ( P<0.05) style=""> dengan senyawa apigenin saja walaupun secara statistik tidak signifikan.
  • Penggunaan chlorhexidine mampu menghambat aktivitas enzim GTFs (10-20%) pada 1.33mM, pengurangan viabilitas sel, menghentikan proses terbentuknya biofilm.
  • Kombinasikedua senyawa secara nyata mampu mengurangikadar glukosa alkali pada biofilm bila dibandingkan dengan kontrol.
  • Penggunaan apigenin dan tt-fernesol bersifat anti bakteri

DAFTAR PUSTAKA

Ajdic, D., McShan, W. M., McLaughlin, R. E. et al. (2002). Genome sequence of Streptococcus mutans UA159, a cariogenic dental pathogen. Proceedings of the National Academy of Sciences, USA 99, 14434–9.

Ashley, F. P. & Wilson, R. F. (1977). The relationship between dietary sugar experience and the quantity and biochemical composition of dental plaque in man. Archives of Oral Biology 22, 409–14.

Bowden, G. H. & Hamilton, I. R. (1998). Survival of oral bacteria. Critical Reviews in Oral Biology and Medicine 9, 54–85.

Bowen, W. H. (2002). Do we need to be concerned about dental caries in the coming millennium? Critical Reviews in Oral Biology and Medicine 13, 126–31.

Burke, Y. D., Stark, M. J., Roach, S. L. et al. (1997). Inhibition of pancreatic cancer growth by the dietary isoprenoids farnesol and geraniol. Lipids 32, 151–6.

Burne, R. A., Chen, Y. Y., Wexler, D. L. et al. (1996). Cariogenicity of Streptococcus mutans strains with defects in fructan metabolism assessed in a program-fed specific-pathogen-free rat model. Journal of Dental Research 75, 1572–7.

Cury, J. A., Rebelo, M. A., Del Bel Cury, A. A. et al. (2000). Biochemical composition and cariogenicity of dental plaque formed in the presence of sucrose or glucose and fructose. Caries Research 34, 491–7.

Czeczot, H., Tudek, B., Kusztelak, J. et al. (1990). Isolation and studies of the mutagenic activity in the Ames test of flavonoids naturally occurring in medical herbs. Mutation Research 240, 209–16.

Dibdin, G. H. & Shellis, R. P. (1988). Physical and biochemical studies of Streptococcus mutans sediments suggest new factors linking the cariogenicity of plaque with its extracellular polysaccharide content. Journal of Dental Research 67, 890–5.

Dionigi, C. P., Millie, D. F. & Johnsen, P. B. (1991). Effects of farnesol and the off-flavor derivative geosmin on Streptomyces tendae. Applied Environmental Microbiology 57, 3429–32.

DiPersio, J. R., Mattingly, S. J., Higgins, M. L. et al. (1974). Measurement of intracellular iodophilic polysaccharide in two cariogenic Influence of apigenin and tt-farnesol on biofilms 789 strains of Streptococcus mutans by cytochemical and chemical methods. Infection and Immunity 10, 597–604.

Dubois, M., Gilles, K. A., Hamilton, J. K. et al. (1956). Colorimetric method for determination of sugars and related substances. Analytical Chemistry 28, 350–6.

Ebisu, S., Kato, K., Kotani, S. et al. (1975). Structural differences in fructans elaborated by Streptococcus mutans and Strep. salivarius. Journal of Biochemistry 78, 879–87.

Emilson, C. G., Nilsson, B. & Bowen, W. H. (1984). Carbohydrate composition of dental plaque from primates with irradiation caries. Journal of Oral Pathology 13, 213–20. fluoride and aluminum from ionomeric materials on S. mutans biofilm. Journal of Dental Research 82, 267–71.from Streptococcus mutans in solution and adsorbed to experimental pellicle. Archives of Oral Biology 44, 203–14.

Hayacibara, M. F., Rosa, O. P., Koo, H. et al. (2003). Effects ofHornby, J. M., Jensen, E. C., Lisec, A. D. et al. (2001). Quorum sensing in the dimorphic fungus Candida albicans is mediated by farnesol. Applied Environmental Microbiology 67, 2982–92.

Hotz, P., Guggenheim, B. & Schmid, R. (1972). Carbohydrates in pooled dental plaque. Caries Research 6, 103–21.

Ikeno, K., Ikeno, T. & Miyazawa, C. (1991). Effects of propolis on dental caries in rats. Caries Research 25, 347–51.

IRL Press, Washington, DC, USA.

Jones, C. G. (1997). Chlorhexidine: is it still the gold standard? Periodontology 2000 15, 55–62.

Koo, H., Cury, J. A., Rosalen, P. L. et al. (2002). Effect of a mouthrinse containing selected propolis on 3-day dental plaque accumulation and polysaccharide formation. Caries Research 36, 445–8.

Koo, H., Pearson, S. K., Scott-Anne, K. et al. (2002). Effects of apigenin and tt-farnesol on glucosyltransferase activity, biofilm viability and caries development in rats. Oral Microbiology and Immunology 17, 337–43.

Koo, H., Rosalen, P. L., Cury, J. A. et al. (1999). Effect of Apis mellifera propolis from two Brazilian regions on caries development in desalivated rats. Caries Research 33, 393–400.

Koo, H., Rosalen, P. L., Cury, J. A. et al. (2002). Effects of compounds found in propolis on Streptococcus mutans growth and on glucosyltransferase activity. Antimicrobial Agents and Chemotherapy 46, 1302–9.

Kulka, R. G. (1956). Colorimetric estimation of ketopentoses and ketohexoses. Biochemistry 63, 542–7.

Li, Y. & Burne, R. A. (2001). Regulation of the gtfBC and ftf genes of Streptococcus mutans in biofilms in response to pH and carbohydrate. Microbiology 147, 2841–8.

Loesche, W. J. (1986). Role of Streptococcus mutans in human dental decay. Microbiology Reviews 50, 353–80.

Machida, K., Tanaka, T., Yano, Y. et al. (1999). Farnesol-induced growth inhibition in Saccharomyces cerevisiae by a cell cycle mechanism. Microbiology 145, 293–9.

Marquis, R. E., Clock, S. A. & Mota-Meira, M. (2002). Fluoride and organic weak acids as modulators of microbial physiology. FEMS Microbiology Reviews 760, 1–18.

Marsh, P. D. & Bradshaw, D. J. (1995). Dental plaque as a biofilm. Journal of Industrial Microbiology 15, 169–75.

Matos-Graner, R. O., Smith, D. J., King, W. F. et al. (2000). Waterinsoluble glucan synthesis by mutans streptococcal strains correlates with caries incidence in 12- to 30-month-old children. Journal of Dental Research 79, 1371–7.

McCabe, R. M. & Donkersloot, J. A. (1977). Adherence of Veillonella species mediated by extracellular glucosyltransferase from Streptococcus salivarius. Infection and Immunity 18, 726–34.

Mien, H. K. & Mohamed, S. (2001). Flavonoid (myricetin, quercetin, luteolin, and apigenin) content of edible tropical plants. Journal of Agricultural and Food Chemistry 49, 3106–12

Moore, S. & Stein, W. H. (1954). A modified ninhydrin reagent for the photometric determination of amino acids and related compounds. Journal of Biological Chemistry 211, 907.

National Institutes of Health. (2001). Diagnosis and Management of Dental Caries Throughout Life. NIH Consensus Statement 18 (1), pp. 1–30. National Institutes of Health, Bethesda, MD, USA.

Nobre dos Santos, M., Melo dos Santos, L., Francisco, S. B. et al. (2002). Relationship among dental plaque composition, daily sugar exposure and caries in the primary dentition. Caries Research 36, 347–52.

Ramage, G., Saville, S. P., Wickes, B. L. et al. (2002). Inhibition of Candida albicans biofilm formation by farnesol, a quorum-sensing molecule. Applied Environmental Microbiology 68, 5459–63.

Rölla, G., Ciardi, J. E., Eggen, K. et al. (1983). Free glucosyl- and fructosyltransferase in human saliva and adsorption of these enzymes to

Sato, Y., Suzaki, S., Nishikawa, T. et al. (2000). Phytochemical flavones isolated from Scutellaria barbata and antibacterial activity against methicillin-resistant Staphylococcus aureus. Journal of Ethnopharmacology 72, 483–8.

Schilling, K. M. & Bowen, W. H. (1992). Glucans synthesized in situ in experimental salivary pellicle function as specific binding sites for Streptococcus mutans. Infection and Immunity 60, 284–95.

Steinberg, D., Rozen, R., Bromshteym, M. et al. (2002). Regulation of fructosyltransferase activity by carbohydrates, in solution and immobilized on hydroxyapatite surfaces. Carbohydrate Research 337, 701–10. SAS Institute. (1989). User’s Guide: Version 2 of JMP. SAS Institute, Cary, NC, USA.

Tanzer, J. M., Freedman, M. L., Fitzgerald, R. J. et al. (1985). Virulence of mutants defective in glucosyltransferase, dextran-mediated aggregation, or dextranase activity. In Molecular Basis of Oral Microbial Adhesion Mergenhagen, S. E. & Rosan, B., Eds), pp. 204–11. American

Tanzer, J. M., Freedman, M. L., Woodiel, F. N. et al. (1976). Association of Streptococcus mutans virulence with synthesis of intracellular polysaccharide. In Proceedings of Microbial Aspects of Dental Caries (Stiles, H. M., Loesche, W. J. & O’Brien, T. C., Eds), pp. 597–616. Special Supplement to Microbiology Abstracts 1. Information Retrieval, Inc., London, UK.

teeth in vivo. In Glucosyltransferases, Glucans, Sucrose, and Dental Caries (Doyle, R. J. & Ciardi, J. E., Eds), pp. 21–30. Chemical Senses,

Vacca-Smith, A. M. & Bowen, W. H. (1998). Binding properties of streptococcal glucosyltransferases for hydroxyapatite, saliva-coated hydroxyapatite, and bacterial surfaces. Archives of Oral Biology 43, 103–10.

Venkitaraman, A. R., Vacca-Smith, A. M. & Kopec, L. K. (1995). Characterization of glucosyltransferaseB, GtfC, and GtfD in solution and on the surface of hydroxyapatite. Journal of Dental Research 74, 1695– 701.

Wunder, D. & Bowen, W. H. (1999). Action of agents on glucosyltransferases

Yamashita, Y., Bowen, W. H., Burne, R. A. et al. (1993). Role of the Streptococcus mutans gtf genes in caries induction in the specificpathogen- free rat model. Infection and Immunity 61, 3811–7.

PEMANFAATAN APIGENIN dan tt – FERNASOL TERHADAP

AKTIVITAS PERKEMBANGAN BIOFILM

Streptococcus mutans.




DISUSUN OLEH

WIJIYONO / 077030026

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2008

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalananku di Dua negara